Senin, 05 Desember 2011

PERKEMBANGAN MENDATANG



A. Faktor Dominan

       1. Jaringan Penerbangan

Pasang surut pergerakan ekonomi dunia berdampak pada kegiatan bisnis penerbangan. Pada saat   ekonomi kuat, perusahaan angkutan udara bertambah dan mendorong perkembangan bandar udara. Apabila setelah diberlakukan deregulasi industri jasa angkutan udara pada akhir tahun 1970-an, hadir bandar-bandar udara besar yang sebagian menjadi poros (hub) layanan tidak langsung (connecting services). Namun, ketika ekonomi mengendor, permintaan akan jasa angkutan udara menurun, terjadi kekurangefisienan pelaksanaan operasi penerbangan, lalu kondisi keuangan perusahaan angkuatan udara memburuk. Dampaknya ialah terjadi perubahan dalam struktur pengoperasian. Setelah mengalami hal itu, cenderung semakin kuat pengembangan ke arah layanan langsung atau direct services (point-to point services), sedangkan pada layanan tidak langsung (hub and spoke).
Perkembangan tersebut di atas memengaruhi pengembangan fasilitas dan pelayanan Bandar udara, dalam beberapa aspek. Pertama, tampaknya tidak banyak lagi diperlukan bandar-bandar udara besar sebagai poros (hubs) yang dapat menampung demikian banyak pesawat udara pada periode waktu tertentu, sebaliknya justrudiperlukan lebih banyak lagi bandar udara lebih kecil. Kedua, sehubungan dengan yang pertama, tampaknya pemerintah perlu mengalihkan program pengembangan bandar udara dari penambahan atau perluasan beberapa bandar udara yang besar-besar ke pengembangan lebih banyak bandar udara yang lebih kecil. Ketiga, para penguasa bandar udara diharapkan mampu menciptakan efisiensi karena perusahaan angkutan udara terus akan menuntut penurunan biaya agar dapat memperbaiki kondisi keuangannya dalam menghadapi persaingan yang emakin keras. Keemopat, permintaan menurunkan biaya ini membuka peluang bandar udara untuk mengurangi ketergantungan pada pendapatan dari aeronautika dan lebih banyak mencari dari sumber non-aeronautika terutama dari bidang persewaan dan konsesi asset.

2. Pesawat Udara “Super Jumbo”

Dalam sejarah perkembangan industry jasa angkutan udara dunia, pabrik pesawat udara selalu berusaha memenuhi kebutuhan akan pesawat udara yang semakinmeningkat kemampuannya, baik dalam ukuran, daya angkut, jarak tempuh, maupun kecepatannya. Upaya ini, memberikan peluang bagi perusahaan angkutan udara untuk meningkatkan layanan kepada masyrakat. Pada abad XX, dunia diramaikan oleh kehadiran pesawat udara dengan kapasitas sekitar 400-an tempat duduk (Boeing 747), pesawat dengan kapasitas 600-an tempat duduk (Airbus 380). Perkembangan ini, tentu berpengaruh pada pengembangan bandar udara yang berkaitan dengan pengoperasian pesawat jenis itu.
Bandar udara poros atau yang melayani penerbangan antarbenua merupakan kelompok penerima dampak dari perkembangan tersebut dan oleh karena itu perlu penyesuaian. Dalam hal ini, bandar udara yang bersangkutan perlu memperpanjang dan memperlebar landas pacu, memperlebar landas hubung dan ruang parker, serta mempertebal lapisan semua bagian yang akan dilalui atau ditempati pesawat udara di lingkungan lapangan udara dari suatu bandar udara. Sementara itu, untuk menangani penumpang yang berjumlah demikian banyak beserta bagasinya masing-masing dan kargo yang jumlahnya banyak pula, tentu diperlukan perencanangan yang cermat dan juga penambahan atau perubahan fasilitas yang cukup besar. Untuk itu, mungkin diperlakukan perubahan mendasar pada bagian ruang tunggu (boarding lounges), bagian naik / turun pesawat udara (boarding / deboarding), dan bongkar-muat (loading-inloading) ; antara lain dengan layanan lantai ganda.

 3. Sistem Pesawat Angkutan Kecil

Hambatan perjalanan di darat seperti kemacetan lalu-lintas jalan raya dan hambatan perjalanan di udara berupa masa tunggu yang lama di bandar udara poros (dalam pola jaringan angkutan udara hub and spoke), membuat orang mencari angkutan alternative yaitu penggunaan pesawat angkut kecil, untuk terbang antarbandar udara khusus (untuk general aviation) yang jumlahnya banyak dan relative kecil-kecil di setiap kawasan. Dengan kemajuan teknologi, pesawat-pesawat kecil ini dapat dilengkapi fasilitas navigasi dan komunikasi maju yang menjamin keselamatan dan keamanan terbang antar bandar udara satu dan lainnya yang perlengkapannya sederhana atau minimum saja. Penggunaan pesawat-pesawat udara kecil sebagai angkutan udara alternative, di antara system angkutan udara yang ada selama ini, dijadikan suatu sistem sendiri yaitu sistem pesawat angkut kecil atau Small Aircraft Transportation System (SATS).
Pengembangan SATS menuntut suatu modifikasi atau perubahan dalam pengaturan lalu lintas udara. Bandar-bandar udara yang menjadi bagian dari SATS tidak dapat dituntut untuk memiliki kemampuan pengawasan lalu lintas udara seperti bandar udara komersial, karena fasilitasnya terbatas misalkan tidak ada radar  tidak ada alat bantu navigasi, dan mungkin bahkan tidak ada tower pengendali sama sekali. Dalam hal ini, pesawat udara SATS yang dituntut memiliki kemampuan menangani operasi penerbangan yang menjamin keselamatan. Hal ini dimungkinkan jika pesawat udara tersebut dilengkapi kemampuan pengendalian otomotik, kemampuan navigasi, dan kemampuan penghindaran dari tabrakan (collision) yang menjadi bagian dari SATS. Sehubungan dengan hal itu, tentu pwrlu mwngurangi beban aturan lalu lintas udara yang berlaku saat ini khusus pada bandar-bandar udara yang melayani SATS tersebut.

B.  Persoalan pada Negara Sedang Berkembang

 1. Kemampuan Memperoleh Laba

Bandar-bandar udara yang dikelola pemerintah, badan-badan yang terkait dengan pemerintah, atau yang belum badan yang berkaitan dengan pemerintah, atau yang belum berotonomi ; dalam perhitungan keuangan dikhawatirkan bermasalah atau bias, karena beberapa sebab. Pertama, biaya-biaya yang dikeluarkan departemen lain (seperti pekerjaan umum), atau departemen teknis terkait tetapi bukan merupakan bagian biaya bandar udara, untuk pelayanan atau fasilitas bagi pengguna bandar udara tidak dimasukkan dalam perhitungan keuangan bandar udara. Kedua, kerena investasi tidak dibiayai sendiri oleh bandar udara, melainkan oleh pemerintah atau bantuan internasional, penyusutan atas kapital tidak dimasukkan sebagi biaya. Dengan demikian, laba yang ditunjukkan dalam perhitungan keuangan tidak menggambarkan kinerja keuangan bandar udara yang sebenarnya. Untuk itu, bandar udara semestinya berusaha memperhitungkan pendapatan yang dapat menuntup semua biaya, termasuk hutang atau bunga pinjaman.
Di samping hal tersebut di atas, ada beberapa faktor lagi yang dapat mengurangi mutu perhitungan keuangan bandar udara yang dapat menyesatkan dalam pengambilan keputusan manajemen. Perta, sebagian bandar udara bukan satuan yang membuat perhitungan sendiri mengenai keuangan melainkan merupakan bagian dari sistem administrasi organisasi pemerintahan yang lebih besar. Dalam hal ini, perhitungan biaya bandar udara yang sebenarnya berada di antara demikian banyak biaya yang dihitung organisasi induk bandar udara yang bersangkutan. Kedua, kebanyakan bandar udara tidak berusaha menggunakan sistem akuntansi manajemen yang mutakhir, karena perhitungan biaya bandar udara tenggelam atau hilang dalam perhitungan keuangan induk organisasi yaitu birokrasi pemerintahan dan juga karena bandar udara sendiri tidak pernah menganggap dirinya sebagai perusahaan komersial (Rigas Doganis, 1992:211). Dengan demikian, pembiayaan bandar udara dimasukkan menjadi pengeluaran pemerintah (departemen terkait), sedangkan pendapatan bandar udara menjadi pendapatan Negara (departemen bidang keuangan), sehingga seolah-olah tidak terjadi interaksi antara pendapatan dan pengeluaran, sebagai akibatnya ialah tidak ada insentif bagi penguasa bandar udara untuk meningkatkan pendapatan, karena pendanaan yang diperlukan tidak bergantung pada besar pendapatan yang diperoleh.

 2. Pemaksimuman Pendapatan

Jika bandar udara (Negara sedang berkembang) mau menerapkan sistem akuntansi manajemen yang mutahkir dan mengubah pandangan ke arah komersialisasi, pendapatan bandar udara dapat dimaksimalkan tanpa mengubah struktur pengelolaan atau status kepemilikan. Untuk pendapatan bidang aeronautika, pertama, melalui struktur imbalan penggunaan fasilitas dan perolehan layanan bandar udara. Sistem penarifan yang tradisional dan sederhana diubah menjadi sistem yang lebih berkait dengan pembiayaan. Misalkan, dengan pembebanan khusus pada penggunaan garbarata (airbridges), dan penggunaan ruang apron dan gate pada permintaan puncak. Kedua, perlu pula pengubahan besar imbalan (tarif) lebih sering, mengikuti perkembangan perubahan moneter seperti inflasi atau nilai mata uang lokal. Dalam penetapan taris, diusahakan dengan cara lebih mudah untuk menanggapi perubahan biaya antara lain pendapatan yang berkait dengan penumpang (airport tax), sebaliknya dipungut langsung pada perusahaan angkutan udara sebagai bagian dari biaya pendaratan. Untuk menghindarkan kerugian akibat inflasi tinggi pada nilai uang setempat, penggunaan fasilitas dengan pembiayaan dalam mata uang asing terutama pada sisi udara, sebaliknya imbalan dibiayai dengan mata uang kuat (USD), karena mengadakan perubahan tarif tidak mudah dalam mekanisme birokrasi pemerintahan.
Pendapatan bandar udara dapat pula dimaksimalkan dengan pemanfaatan peluang komersial (non-aeronautika) yang ada. Pandangan yang masih berlaku bagi kebanyakan bandar udara (Negara berkembang) ialah kurang menyadari potensi komersial suatu bandar udara. Hal ini dapat disimpulkan dari rancangan bangunan terminal yang biasanya tidak memiliki cukup ruang untuk berjualan. Seandainya ada ruang, itu pun sangat terbatas terutama pada sisi daratnya. Selain hal itu, komodite yang ditawarkan juga kurang bervariasi dan kurang dapat mmenuhi keinginan para pejalan / penumpang internasional. Pengelolaan konsesi, tampaknya masih perlu ditingkatkan terutama dalam penghimpunan pendapatan dari konsesi dan penyawaan aset bandar udara. Pada kebanyakan kasus, pungutan yang dikenakan berdasarkan pada sewa tetap suatu ruang, bukan atas volume penjualan atau laba usaha penggunaan ruang tersebut. Dengan demikian, pendapatan bandar udara tidak berkait dengan kepadatan lalu lintas udara yang dilayani, sehingga tidak ada insentif untuk mengubah sistem konsesi dan penyewaan aset.
Bandar-bandar udara Negara sedang berkembang, selama ini menikmati pendapatan yang lumayan berkat penggunaan tenaga kerja murah dibandingkan dengan negara maju. Penggunaan tenaga murah dapat dilakukan karena tingkat pendapatan umum di negara-negara terebut memang rata-rata lebih rendah. Di samping hal itu, kebanyakan bandar udara dikelola seperti layaknya instansi pemerintahan dengan memberlakukan gaji yang biasanya rendah pula. Kondisi ini tidak dapat dipertahankan terus-menerus, karena berkembangnya bandar udara bertambah, sebagai ikutannya gaji pegawai juga ikut meningkat, terutama untuk golongan spesialis yang menangani peralatan canggih. Selanjutnya, bandar udara tidak lagi hanya mengandalkan tenaga-tenaga teknis dan operasional yang direkrut untuk jabatan/staf senior dapat diberi kewenangan dan tanggung jawab lebih besar (selama ini mungkin diisi dengan pensiunan militer atau tenaga teknis operasional senior dengan pelatihan minimum), sehingga dapat diciptakan pengelolaan bandar udara yang efektif. Sehubungan dengan hal ini, perlu ditetapkan struktur gaji baru yang lebih rasional secara keseluruhan.
Dalam upaya memaksimumkan pendapatan, bandar-bandar udara negara sedang berkembang juga kalah dalam adu kekuatan. Pertama, adu kekuatan dengan perusahaan angkutan udara nasional negara yang bersangkutan. Penguasa bandar udara sering menghadapi persoalan besar karena perusahaan angkutan udara nasionalnya jauh lebih kuat dan jauh lebih dekat dengan pemerintahan dari pada kepada direktur bandar udara atau instansi penerbangan sipil (Rigas Dagonis, 1992:217). Dampak hal ini antara lain penangguhan atau pembebasan utang-utang perusahaan angkutan udara nasional pada bandar udara atau kegagalan rencana bandar udara untuk menaikkan pungutan karena ditentang perusahaan angkutan udara yang didukung pemerintah. Kedua, adu kekuatan dengan kemampuan mengembangkan sumber daya manusia. Bandar udara biasanya kurang perhatian pada pengembangan kemampuan dalam bidang bisnis dan para staf seniornya kurang memperoleh pelatihan yang srta para pejabat/staf senior bandar udara kurang memperoleh wewenang dan tanggung jawab yang memadai (Rigas Doganis, 1992:218). Kondisi ini berdampak pada ketergantungan pada konsultan dan pemborong luar negeri. Konsultan luar negeri umumnya berbiaya tinggi, sementara itu pemborong luar negeri belum tentu dapat membangun fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan lingkungan setempat serta dapat menyesuaikan kegiatan  pembangunan dengan sumber keuangan yang ada.

C.  Kecendrungan Institusional

Pada saat ini, pengelolaan bandar udara dan pemanduan lalu-lintas udara sebagian besar menjadi satu institusi dan selebihnya terpisah. Model pengelolaan menjadi satu atau pengelolaan terpisah memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, sehingga pilihan model sangat beragam antara negara satu dan lainnya. Pengelolaan menjadi satu instansi lebih mudah mencapai efisiensi dalam pembiayaan jasa bandar udara dan pemanduan lalu-lintas udara dalam lingkup layanan suatu bandar udara, namun untuk layanan antar-bandar udara dan dalam pengembangan kemampuan layanannya dapat menghadapi hambatan dalam koordinasi. Hambatan yang dihadapi dapat bertambah besar jika bandar udar dan pemanduan lalu-lintas udara berbeda pengelolaan atau kepemilikannya. Misalkan, bandar udara yang satu di pemerintah, badan usaha pemerintahan, atau badan usaha pemerintah daerah.
Kecenderungan yang ada, menunjukkan ke arah pemisahan pengelolaan bandar udara dari pemanduan lalu-lintas udara. Pada awal pertumbuhan, pemanduan lalu-lintas udara dikelola oleh pemerintah federal (Amerika Serikat) sedangkan bandar udara dikelolah oleh pemerintah lokal atau daerah setempat. Jadi, diawali dari model pengelolaan terpisah kemudian berkmbang menjadi bervariasi, ada yang cendrung menjadi satu, lalu kembali cendrung terpisah. Sebagai contoh, beberapa negara yang menganut model pengelolaan terpisah saat ini antara lain Amerika Serikat, Inggris, Canada, Australia, dan Zelandia Baru. Menurut berita, Indonesia pun akan beralih dari pengelolaan menjadi satu ke pengelolaan terpisah yaitu pada tahun 2008. Tampaknya, alasan untuk memilih model pengelolaan terpisah terutama karena ke efektifan dalam pengelolaan dan tuntutan perkembangan teknologi. Dalam hal ini, diambil kasus Indonesia. Pemanduan lalu-lintas udara saat ini dikelola tiga institusi yaitu PT Angkasa Pura I,  PT Angkasa Pura II, dan Pemerintah; pemanduan lalu-lintas udara di Indonesia juga dikelola oleh tiga institusi tersebut. Dengan memisahkan pengelolaan bandar udara dari pemanduan lalu-lintas udara, berarti untuk wilayah seluruh pemanduan lalu-lintas udara akan dikelola satu instansi, sehingga lebih efektif dalam pengendalian dan peningkatan kemampuan layanan pemanduan. Di samping hal itu, dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dimungkinkan operasi penerbangan tidak terlalu bergantung langsung pada stasion bumi karena dimungkinkan mengintegrasikan stasion bumi (terrestrial), stasion angkasa luar (extraterrestrial), dan pesawat terbang. Dengan demikian, penyatuan pemanduan lalu-lintas dalam satu pengelolaan akan lebih efektif dan efiien dari pada bergabung dengan berbagai bandar udara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar